Pengganda uang,perlukah?
"Woii Dimas... ini Dimas Bu.. Dimas Kanjeng,ga minta digandain uangnya?" Candaan seorang kawan di Jakarta sambil nunjuk-nunjuk saya.Pagi itu menemani obrolan kami,salah satu saluran TV menayangkan berita soal orang yang bisa menggandakan uang,Dimas Kanjeng.
"Mas,tau nggak,ada orang yang udah abis ratusan miliar buat minta digandain uangnya?; semiliar aja saya ga tau semana hahaha...." Tawanya keras,dan pagi itu saya yakin dia sudah sikat gigi.
"Orang koq bisa percaya gitu-gituan ya?Abis bisa sampe ratusan miliar."
Ibu, yang menjadi rekan kerja kawan saya menanggapi berita dan obrolan kami.
"Duit kalo uda banyak gitu mah, saya mendingan pulang (kampung).. kamu yang jaga di sini,Mas! Ha ha ha..." Saat ketawa muka kawan saya kaya kue gambang,manis dan mengembang maklum mukanya didominasi sama pipi.Dan mungkin saat dia lansia,mukanya bisa kaya kue cucur,berkeriput tapi tetep manis. ^_^
Obrolan kami berlanjut dan mengarah pada bagaimana gaya hidup orang yang banyak uangnya? Enak kali ya? (Dan pengandaian kawan saya) "Gua bisa beli mobil langsung cash,Mas!"
Berita tentang Dimas Kanjeng selesai, tapi main pengandaian jadi kaya nya tetap dilanjutkan.
Sambil mengandai andai apa yang bisa kami lakukan kalau punya banyak uang, saya cerita tentang kakak kedua saya,pengusaha toko mas tempat saya bekerja.Tak disangka cerita saya malah membuat sunyi parkiran gereja yang menjadi tempat ngobrol kami.
Ternyata memiliki kekayaan berbeda dengan menikmati kekayaan.Saya katakan, saya bisa tidur di kasur yang dia(kakak kedua saya) beli,tapi dia sendiri kadang ga tidur mikirin cara mengumpulkan lebih banyak uang.Buat apa? Beli gunung?
Dia punya keluarga,tapi masih merasa sepi layaknya lajang.Buat apa?
Saya tambahkan lagi dengan kalimat,
"Punya banyak uang,ga enak kalau kita ga dikasih kesempatan untuk menikmatinya."
Tawanya yang tadi keras,meredup.
Ibu yang bersama kami juga ikut terdiam.
"Kasian ya,Mas."
"Iya,mendingan mah kita nikmatin hasil kerja kita." Saya mengakhiri ngobrol andai andai jadi kaya.
Akhirnya kami memahami tugas kita adalah kerja sebaik-baiknya, rejeki sudah diatur Tuhan.
Mengumpulkan kekayaan saya umpamakan seperti menikmati shabu-shabu(makanan berkuah yang berisi frozen food dan sayuran rebus).Awalnya kita ingin melahap semua yang di panci sendirian,namun dalam perjalanan kita harus berbagi dengan yang lain,dan pada akhirnya kita cuma bisa makan yang ada di mangkok kita sesuai kemampuan perut.
Sejatinya kekayaan diukur dari seberapa besar manfaat pemberian kita,bukan seberapa besar yang dapat kita kumpulkan.
"Mas,tau nggak,ada orang yang udah abis ratusan miliar buat minta digandain uangnya?; semiliar aja saya ga tau semana hahaha...." Tawanya keras,dan pagi itu saya yakin dia sudah sikat gigi.
"Orang koq bisa percaya gitu-gituan ya?Abis bisa sampe ratusan miliar."
Ibu, yang menjadi rekan kerja kawan saya menanggapi berita dan obrolan kami.
"Duit kalo uda banyak gitu mah, saya mendingan pulang (kampung).. kamu yang jaga di sini,Mas! Ha ha ha..." Saat ketawa muka kawan saya kaya kue gambang,manis dan mengembang maklum mukanya didominasi sama pipi.Dan mungkin saat dia lansia,mukanya bisa kaya kue cucur,berkeriput tapi tetep manis. ^_^
Obrolan kami berlanjut dan mengarah pada bagaimana gaya hidup orang yang banyak uangnya? Enak kali ya? (Dan pengandaian kawan saya) "Gua bisa beli mobil langsung cash,Mas!"
Berita tentang Dimas Kanjeng selesai, tapi main pengandaian jadi kaya nya tetap dilanjutkan.
Sambil mengandai andai apa yang bisa kami lakukan kalau punya banyak uang, saya cerita tentang kakak kedua saya,pengusaha toko mas tempat saya bekerja.Tak disangka cerita saya malah membuat sunyi parkiran gereja yang menjadi tempat ngobrol kami.
Ternyata memiliki kekayaan berbeda dengan menikmati kekayaan.Saya katakan, saya bisa tidur di kasur yang dia(kakak kedua saya) beli,tapi dia sendiri kadang ga tidur mikirin cara mengumpulkan lebih banyak uang.Buat apa? Beli gunung?
Dia punya keluarga,tapi masih merasa sepi layaknya lajang.Buat apa?
Saya tambahkan lagi dengan kalimat,
"Punya banyak uang,ga enak kalau kita ga dikasih kesempatan untuk menikmatinya."
Tawanya yang tadi keras,meredup.
Ibu yang bersama kami juga ikut terdiam.
"Kasian ya,Mas."
"Iya,mendingan mah kita nikmatin hasil kerja kita." Saya mengakhiri ngobrol andai andai jadi kaya.
Akhirnya kami memahami tugas kita adalah kerja sebaik-baiknya, rejeki sudah diatur Tuhan.
Mengumpulkan kekayaan saya umpamakan seperti menikmati shabu-shabu(makanan berkuah yang berisi frozen food dan sayuran rebus).Awalnya kita ingin melahap semua yang di panci sendirian,namun dalam perjalanan kita harus berbagi dengan yang lain,dan pada akhirnya kita cuma bisa makan yang ada di mangkok kita sesuai kemampuan perut.
Sejatinya kekayaan diukur dari seberapa besar manfaat pemberian kita,bukan seberapa besar yang dapat kita kumpulkan.
Klik Di Sini |
0 Response to "Pengganda uang,perlukah?"
Post a Comment